https://www.youtube.com/watch?v=QWva0tg-iMk
Read more...
Rabu, 18 Februari 2015
Minggu, 19 Agustus 2012
ramadhan dan cinta lingkungan
Hawa nafsu manusia adalah kekuatan yang
maha dahsyat. Nafsu inilah yang melahirkan ambisi-ambisi besar manusia
dalam mengelola dan mengisi alam semesta ini. Kalau nafsu tersebut
tidak dikendalikan dan di-manage dengan baik, maka niscaya akan
menimbulkan kerusakan dan kerugian yang tidak sedikit pada lingkungan
hidup dan alam semesta ini.
Lihatlah hutan-hutan yang gundul sehingga menyebabkan banjir
dimana-mana. Air bersih dari waktu ke waktu semakin menjadi barang
langka dan mahal. Udara yang tidak lagi ramah lagi bagi kehidupan
manusia. Belum lagi kerusakan alam kronis akibat penambangan sumber daya
alam yang dilakukan manusia secara semena-mena. Itu adalah
contoh-contoh dampak kerusakan yang pangkal sumbernya adalah hawa nafsu
dan ambisi manusia.
Nafsu manusia lah yang telah membisikinya untuk mengekploitasi alam semesta ini tanpa batas. Mereka melahirkan semangat industrialisasi yang sejatinya adalah menjadikan alam semesta ini budak yang harus tunduk kepada manusia. Mereka melakukan penebangan hutan-hutan untuk kebutuhan industrinya. Limbahnya dan bahan-bahan kimia hasil industri kemudian mengancam kelestarian air bersih. Mesin-mesin industri melahirkan polusi yang mengoyak kejernihan udara yang dihirup manusia. Nafsu mereka telah melakukan ekploitasi terhadap alam semesta ini seakan tak peduli akan prospek dan masa depan manusia dan kehidupan itu sendiri.
Dampak negatif exploitasi manusia terhadap alam semesta yang tanpa kendali tersebut telah dapat kita saksikan. Bencana alam terjadi silih berganti melanda dunia kita. Wabah penyakit-penyakit baru bermunculan menyerang manusia tak ada hentinya. Sebagian justru belum ditemukan obatnya hingga saat ini. Kerusakan eko-sistem terjadi dimana-mana.
Salah satu tujuan dari ibadah puasa adalah melatih diri untuk mengendalikan hawa nafsu, terutama nafsu yang negatif atau disebut an-nafsul ammaarah yaitu nafsu yang membisikkan kepada manusia untuk berbuat buruk. Hendaknya pengendalian nafsu dengan berpuasa tidak hanya yang bersifat personal, seperti menahan marah, menahan diri dari menggunjing dan sebagainya, namun juga terhadap nafsu manusia yang berhubungan dengan alam semesta ini secara umum. Spirit Ramadan harus dijadikan pemicu bagi kesadaran umat akan pentingnya melestarikan lingkungan hidup dan pentingnya melindungi alam semesta ini dari kerusakan dan kehancuran yang diakibatkan oleh tingkah laku manusia.
Spiritualitas puasa Ramadan hendaknya menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta ini adalah entitas yang sejajar dengan manusia, bukan semata budak manusia, sehingga perlu dilindungi dan dijaga sebagaimana layaknya umat manusia. Dalam perspektif Islam, alam semesta ini merupakan mahluk ritual sebagaimana manusia. Mereka pun beribadah dan berdzikir kepada Allah sebagaimana manusia berdzikir. Dalam AL-Qutan disebutkan: "Bertasbih kepadaNya langit-langit yang tujuh, bumi dan segala isinya dan tidaklah ada sesuatu kecuali ia bertasbih dengan pujian kepadaNya, tetapi kalian tidak memahami tasbih mereka, sesunggunnya Allah adalah Zat yang Maha Penyantun dan Pengampun. (Al-Isra:44).
Selanjutnya semangat puasa Ramadan yang mengajak kepada pengekangan hawa nafsu selayaknya termanifestasikan dalam pengekangan tingkah laku dari perbuatan yang secara langsung atau tidak langsung merusak alam semesta dan lingkungan hidup ini. Dengan berpuasa kita harus sadar kembali betapa pentingnya air bersih bagi kehidupan dan keberagamaan kita. Betapa banyak ibadah kita yang tergantung kepada air bersih seperti wudlu, mandi dan menghilangkan najis. Belum lagi kebutuhan fisik kita untuk air dan sebagainya. Oleh karenanya puasa ini juga harus dijadikan pengekang tindakan-tindakan kita yang merusak kelestarian air bersih dan lingkungan hidup secara umum.
Semangat bersedekah dan bersikap dermawan di bulan Ramadhan, juga harus diinterpretasikan kepada makna sedekah yang lebuh luas. Tidak hanya sedekah dalam arti memberikan santunan uang atau makanan kepada fakir miskin, namun juga sedekah kepada masa depan lingkungan hidup secara umum. Salah satu bentuk sedekah tersebut adalah dengan menyumbangkan sesuatu yang dapat melindungi dan menyelamatkan alam semesta ini dari kerusakan seperti menanam pohon. Maha benar Rasulullah yang telah menegaskan "Seorang muslim yang menanam tumbuhan, maka apa yang dimakan dari tumbuhan tersebut sedekah baginya, apa yang dicuri dari tumbuhan tersebut juga sedekah baginya, apa yang dimakan binatang buas dasri tumbuhan tersebut juga sedekah baginya, apa yang dimakan burung dari tumbuhan tersebut juga sedekah baginya, apapun yang diambil seseorang dari tumbuhan tersebut adalah sedekah baginya hingga hari kiamat"
puasa adalah jihad
jihad artinya memerangi orang kafir demi menegakkan syariat Islam. Jihad juga bisa diartikan memerangi hawa nafsu. Ada hubungan yang sangat erat antara perintah puasa dan perintah jihad. Perintah puasa jatuh pada tahun yang sama dengan diturunkannya perintah berjihad (perang melawan kaum musyrik) yaitu pada saat Rasulullah s.a.w. menghadapi perang Badar tahun kedua Hijriah.
Apa hikmah diturunkannya perintah puasa terlebih dahulu dalam waktu yang tidak berjauhan kemudian diturunkan perintah Jihad dan kenapa kedua-duanya diturunkan pada tahun yang sama? Hikmahnya adalah, bahwa kedua ibadah tersebut menuntut persiapan mental yang sangat besar. Keduanya menuntut pengosongan jiwa dari dominasi keduniaan demi terciptanya kesucian ibadah dan keihlasan. Sahabat Usman bin Madh'un r.a. pernah datang kepada Rasulullah s.a.w. minta izin "Wahai Rasulullah izinkan aku menjadi pertapa (yaitu orang yang meninggalkan dunia sama sekali dengan bertapa dan mengasingkan diri) jawab Rasulullah "Tidak ada di antara umatku yang boleh menjadi pertapa, sesungguhnya bertapanya umatku adalah puasa", lalu Uzman berkata "Izinkan aku menjadi pengembara", jawab Rasulullah "Pengembaraan umatku adalah Jihad di jalan Allah", lalu Usman berkata lagi "Izinkan aku melakukan semedi", Rasulullah menjawab "Semedinya umatku adalah duduk di masjid menunggu Sholat" (Sharh Sunnah, Baghawi).
Puasa dan Jihad sama-sama ibadah yang berisi peperangan. Puasa adalah ibadah berperang melawan kejahatan metafisik, yaitu hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati. Musuh kita saat berpuasa tidak tampak karena kebanyakan berada dalam diri kita. Benar apa yang dipesankan Rasulullah s.a.w. "Sesungguhnya musuh sejatimu, bukanlah yang kalau ia membunuhmu lalu Allah memasukkanmu sorga, kalau kamu membunuhnya mendapatkan penghargaan. Tetapi musuh yang sejati adalah nafsumu yang ada di dalam dirimu dan kadang perempuan yang tidur bersamamu" (Amtsal, Askari). Sedangkan Jihad adalah ibadah berperang melawan kejahatan fisik (kaum musyrik) atau musuh yang tampak di luar diri kita.
Agama kita mengajak kita untuk memerangi musuh yang bersifat fisik dan metafisik, musuh yang nyata dan musuh yang ada dalam diri kita, yaitu hawa nafsu. Perang melawan musuh yang metafisik ini justru lebih penting karena kita tidak akan menang melawan musuh yang sifatnya fisik sebelum kita bisa mengalahkan musuh yang nyata kelihatan. Maka seakan-akan Allah hendak berkata kepada umat Islam, "Wahai umat Islam, jika seandainya kamu telah mampu mengalahkan hawa nafsumu, yang padahal ia adalah musuh yang tak tampak pada diri kamu, maka alangkah lebih mudahnya bagi kamu untuk mengalahkan musuh-musuh kamu yang nyata tampak di depan kamu.
Maka sejatinya ibadah puasa Ramadhan ini adalah bentuk lain dari Jihad di jalan Allah. Itu karena di dalam ibadah puasa mengandung peperangan yang maha dahsyat, yaitu perang melawan hawa nafsu, perang melawan penyakit-penyakit hati dan perang melawan busuknya mentalitas kita. Maha benar ungkapan Rasulullah s.a.w. ketika pulang dari perang Badar, "Kalian baru saja kembali dengan sebaik-baik kepulangan, kalian baru saja kembali dari satu jihad kecil (perang) untuk menuju kepada jihad yang lebih besar, yaitu pertempuran hamba melawan hawa nafsunya". Rasulullah s.a.w. juga menegaskan "Sebaik-baik Jihad adalah perangnya seorang lelaki melawan nafsunya di jalan Allah" (h.r. Ibnu Najjar).
memulai perubahan dengan ramadhan
Manusia pada dasarnya tidak setia atas kemandekan dan
kebekuan, karena dalam dorongan terdalam hatinya menginginkan adanya
suatu perubahan. Manusia yang mau berusaha baik tentu saja tidak akan mau
atas semua jenis perubahan. Ia hanya ingin perubahan yang lebih
baik. Dalam Ramadan sebulan penuh ini, Allah Ta’ala dengan kemahabijaksanaan-Nya mendorong dan mendukung
semangat fitrah perubahan manusia itu dengan terapi paket puasa beserta
amaliah ibadah Ramadan lainnya.
Pertama, puasa sendiri yang dalam pengertian dasarnya
adalah sebagai upaya menahan diri, adalah cara efektif untuk menundukkan musuh
utama manusia, yaitu berperang melawan diri sendiri
Kedua, ibadah puasa adalah ibadah
istimewa perlambang keikhlasan hamba,
Ketiga, kegiatan yang dilakukan secara bersama adalah unsur
penting perubahan itu. . Kadang atau mungkin juga kerap kali, ketika kita
melakukan ibadah sendirian, terasa kurang semarak dan semangat jika
dibanding melakukannya secara bersama, berjama’ah. Inilah barangkali alasan
mengapa banyak pesantren dan sekolah yang menerapkan kebijakan salat Dhuha
berjamaah, padahal dalam kaca mata Fiqh
shalat ini tidak dianjurkan dilakukan secara berjam’ah. Alasan untuk memotivasi
siswa atau sarana pendidikan yang dengan pembiasaan itu akan melahirkan
semangat beribadah adalah hal yang diharapkan efektif. Nah, dalam Ramadan ada
beberapa kegiatan dan ibadah yang biasa dilaksanakan secara bersama,
antara lain, salat Tarawih berjama’ah, Tadarus Quran bersama, buka bersama,
sahur bersama dalam suasana kekeluargaan.
Keempat, Ramadan di mana Al-Quran turun pada bulan mulia
ini, Dalam Ramadan pula ada satu malam
yang paling utama di sisi Allah yang selalu diburu hamba-Nya, yaitu datangnya
malam Lailatul Qadr yang
nilainya lebih baik dari seribu bulan.
Kelima, Ramadan mengajarkan awal kebiasaan baru dan
kedisiplinan selama sebulan penuh. Awal perubahan adalah jika kita mau
bertekad dalam hati untuk menampilkan kebiasaan baru dengan teratur disiplin.
Ramadan menawarkan hal penting ini lebih dari hari-hari dalam bulan lainnya.
Selama satu bulan, selalu berbuka puasa sebelum maghrib, sahur sebelum
munculnya fajar shubuh, dan
bertarawih.Yang istimewa, jika sebagian kita selama ini tidak membiasakan diri
bangun malam untuk shalat malam, , pada Ramadan kebiasaan baru tersebut
diawali dengan menumbuhkan kebiasaan salat tahajjud berbareng dengan
waktu sahur.
Langganan:
Postingan (Atom)